Minggu, 02 November 2008

Perkembangan Industri di Pulau Batam

Bab I Pendahuluan
a. Letak Geografis Batam
Batam yang masuk di dalam propinsi Kepulauan Riau terletak di selatan Laut Cina Selatan, dan berbatasan dengan Riau, Singapura, Malaysia, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan Barat. Pulau Batam mempunyai luas sebesar 415 Km2. Di sebelah barat laut Pulau Batam berbatasan Singapura kurang lebih berjarak sekitar 20 Km.
Di sebelah timur terdapat Pulau Bintan dengan jarak kira-kira 10 km. 550 Km sebelah timur laut Pulau Batam terdapat Pulau Natuna yang merupakan ladang minyak bumi ditengah Laut Cina Selatan.
Selain itu Batam masih dikelilingi pulau-pulau kecil yang banyak tersebar di perairan Batam. Diantara pulau-pulau besar itu adalah Pulau Rempang yang luasnya 165.83Km2 berjarak 2,5 Km sebelah tenggara Pulau Batam. Di sebelah tenggara Pulau Rempang berjarak 350 m terdapat Pulau Galang seluas 80 Km2. Dan 180 m disebelah selatan Pulau Galang terdapat Pulau Galang Baru yang luasnya 32 Km2. Pulau Batam, Rempang , Galang dan Galang Baru ini sudah dihubungkan oleh jembatan yang dinamakan dengan Jembatan Barelang yang menjadi ikon Batam saat ini. Luas keseluruhan wilayah Barelang yakni Pulau Batam, Rempang, Galang dan pulau-pulau disekitarnya adalah 715 Km2.
Denah Geografis Kotamadya Administratif Batam (1983-1999)



Sumber : Modifikasi dari peta asli karya BAPPEKO Batam(1995-1998), Syamsul Bahrum Indigenous PeopleDependent Economy, 2003

b. Sejarah Pulau Batam
Batam merupakan salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dan mana nama Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau besar dan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat mi adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu sejak zaman kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau awal abad ke-14. Malahan dan catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura disebut Pulau Ujung. Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang P. Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pada pertengahan abad ke.18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau, sampai berakhirnya keraj aan Melayu Riau pada tahun 1911.
Di abad ke-18, persaingan antara Inggris dan Belanda amatlah tajam dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat Melaka. Bandar Singapura yang maju dengan pesat, menyebabkan Belanda berusaha dengan berbagai cara menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lainnya yang lewat di sana. Hal ini mengakibatkan banyak pedagang yang secara sembunyi-sembunyi menyusup ke Singapura. Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura, amat bermanfaat bagi pedagang-pedagang untuk berlindung dan gangguan patroli Belanda. Pada abad ke-18, Lord Minto dan Raffles dan kerajaan Inggris melakukan Barter dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga Pulau Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura diserahkan kepada pemerintah Belanda.
c. Latar Belakang Kota Batam

Menurut sejarah, pengembangan Pulau Batam dapat dilihat pada tiga periode yang berbeda yakni periode masa lampau, periode pendudukan kolonial dan periode globalisasi. Perkembangan pulau Batam awalnya berasal dari Pemerintahan Kesultanan yang sekarang telah berbaur dengan Republik Singapura dan kerajaan Malaysia yang terlebih dahulu menganut paham moderat.

Sejarah pulau Batam dapat ditelusuri ketika pertama kali Bangsa Mongolia dan Indo-Aryans pindah dan menetap di kerajaan Melayu sekitar tahun 1000M atau sebelum kerajaan Islam Malaka dan Bintan muncul serta saat datangnya Pemerintahan Kolonial Eropa yang diprakarsai oleh bangsa Portugis, Belanda dan Inggris. Sejak tahun 1513 M, pulau Batam dan Singapura telahmenjadi bagian dari kesultanan Johor. Penduduk pulau Batam sendiri berasal dari orang Melayu atau yang lebih dikenal dengan orang Selat atau orang Laut. Mereka menempati wilayah tersebut sejak zaman kerajaan Temasek atau paling tidak dipenghujung tahun 1300 M (awal abad ke-14). Referensi lain menyebutkan, pulau Batam telah dihuni orang Laut sejak 231M.
Ketika Singapura dinamai Temasek yang dikelilingi oleh perairan, wilayah ini telah dijadikan sebagai pusat perdagangan yang dikuasai oleh Temanggung Tempatan (pemimpin wilayah).


Sumber : Modifikasi dari peta asli karya BAPPEKO Batam (1995-1998), Syamsul Bahrum Indigenous People In a Dependent Economy

Akibat dari pesatnya perdagangan tersebut membuat kerajaan Melayu Johor, Penyengat serta Lingga/Daik menjadi kuat dan mereka memperluas daerah kekuasaan sampai ke kawasan Malaka. Bukan itu saja, pulau Sumatera Bagian timur juga menjadi bagian dari kekuasaan mereka. sampai akhirnya datang bangsa Belanda dan Inggris pada tahun 1824 M, yang kemudia mengambil alih tampuk kekuasaan sekaligus menjadi daerah jajahannya dan muncullah paham politis yang baru.

Di abad ke-19, persaingan antara Inggris dan Belanda amatlah tajam dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat malaka. Bandar Singapura juga maju pesat, mengakibatkan Belanda dengan berbagai cara ingin menguasai perdagangn Melayu dan aktivitas lainnya yang melewati kawasan tersebut. Terjadilah penyusupan tersembunyi yang dilkukan oleh pedagang Singapura. hal ini sangat menguntungkan pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura sebagai tempat bersembunyi dari gangguan patroli Belanda. Pada 17 Maret 1824, Pemerintah Inggris Baron Fagel dari Belanda menandatangani perjanjian London (Anglo-Deutch Tractate berisi : Belanda mengaku kedudukan Inggris di Malaka dan Singapura, sementara itu Bencoolen (Bengkulu, Sumatera) menjadi kekuasaan Belanda sekaligus menguasai kepuluan Riau).

Setelah kerajaan Melayu Riau yang berpusat di Lingga berpisah dari Johor, maka yang dipertuan besar bergelar Sultan membagi wilayah administrasi pemerintahan dalam kerajaan Melayu Lingga-Riau menjadi tiga bagian. Yakni kekuasaan Sultan di Daik Lingga, Yang Dipertuan Muda di Penyengat dan Tumenggung di Bulang. Ketiga wilayah ini menjadi satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan roda pemerintahan. namun secara umum yang menjadi titik sentral dalam menjalankan roda pemerintahan di kerajaan Melayu dipegang Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di Penyengat. Batam sendiri saat itu, merupakan wilayah kekuasaan Tumenggung, Tumenggung yang pertama di Bulang bergelar Tengku Besar. Sementara yang menjadi Tumenggung terakhir adalah Tumenggung Abdul Jamal. Sebagai pusat kekuasaan dan yang menjalankan roda pemerintahan, pada tahun 1898, Yang Dipertuan Muda yang berpusat di Penyengat, mengeluarkan sepucuk surat yang ditujukan kepada Raja Ali Kelana bersama seorang saudaranya untuk mengelola pulau Batam. bekal surat itulah, Raja Ali Kelana kemudia mengembangkan usahanya di pulau Batam. Salah satunya mendirikan pabrik batu bata.
Pada tahun 1965 Temasek melepaskan diri dari Federasi Malaysia (1963-1965) untuk menjadi negara Singapura yang bebas. Pada awal kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1957, Tanjung Pinang dinobatkan sebagai pusat pemerintahan dan bisnis di bagian Timur Sumatera. Tanjung Pinang kemudian ditetapkan sebagai ibukota propinsi Riau yang kemudian diikuti oleh Pekanbaru yang terletak di Sumatera. Semenjak itu, Tanjung Pinang resmi menjadi ibukota Kabupaten Kepuluan Riau yang melingkupi 17 kecamatan termasuk di antaranya pulau Batam.

Untuk jangka panjang, belum ada pulau lain secara relatif bisa berkembang seperti Pulau Batam yang terus mengalami pembangunan yang sangat pesat. Padahal secara turun temurun, Belakang Padang adalah kota besar dan Batam hanya suatu tempat yang hanya dijadikan sebagai destinasi kedua setelah Belakang Padang. Tahun 1957 Pulau Buluh menjadi satu kesatuan dengan pulau Batam dan menjadi bagian dari Belakang Padang sekitar tahun 1965. Sementara pada tahun 1971, dengan keputusan Presiden No. 74 / 1971, Pemerintah pusat mengumumkan secara resmi bahwa pulau Batam sebagai suatu zona industri.

Pulau Batam yang merupakan bagian dari Propinsi Riau memiliki banyak nilai tambah. Dengan modal jalur pelayaran internasional serta jarak dengan negara Singapura hanya 12.5 mil laut atau sekitar 20 Km, maka untuk memacu perkembangan di wilayah nusantara dari semua aspek kehidupan, khususnya dibidang ekonomi, maka Pemerintah Indonesia mengembangkan Pulau Batam menjadi Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB).








Bab II Perkembangan Industri di Pulau Batam
Awal pengembangan Pulau Batam berdasarkan Keputusan Presiden (KEPPRES) No.74 tahun 1971 tentang Pengembangan Pulau Batam atau yang kita kenal saat ini dengan debutan Badan Otorita Batam (BOB) atau biasa juga disebut sebagai BIDA (The Batam Industrial Development Authority).

Seiring dengan perkembangan industri di Batam, berdasarkan KEPPRES No.41 tahun 1973 Batam ditetapkan sebagai Daerah Industri Pulau Batam dan diikuti dengan KEPPRES No.33 tahun 1974 tentang Penunjukan dan Penetapan Beberapa Wilayah Usaha Bonded Warehouse. Sebagai daerah industri, Pulau Batam pada awalnya akan dijadikan sebagai alternatif bagi penampungan kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh Singapura, ide dan konsepnya adalah sebagai daerah industri dengan sarana dan prasarana setingkat dengan Singapura.

 Free Trade Zone (FTC)
Berangkat dari keputusan-keputusan tersebut terdapat wacana untuk membentuk Batam menjadi Free Trade Zone (FTZ) atau Zona Perdagangan Bebas. Ide pembentukan FTZ tersebut karena pada dasarnya secara de facto di Batam telah melakukan FTZ namun secara de jure belum disahkan oleh pemerintah. Tujuan dari pembentukan FTZ adalah untuk meningkatkan investasi pada suatu daerah dimana bea dan kuota dihapuskan dan kebutuhan akan birokrasi direndahkan dalam rangka menarik perusahaan- perusahaan dengan menambahkan insentif untuk melakukan usaha. Sebagian besar FTZ berada di negara berkembang, biasanya zona-zona ini ditetapkan di bagian yang kurang berkembang di Negara tersebut karena diharapkan zona tersebut akan menarik para pengusaha dan mengurangi kemiskinan dan pengangguran dan stimulasi ekonomi di wilayah tersebut.

 Special Economic Zone (SEZ)
SEZ hampir sama dengan FTZ, namun mempunyai skala yang lebih kecil, tujuannya adalah sama untuk meningkatkan investasi pada suatu daerah dalam suatu negara. Beberapa negara telah menerapkan SEZ diantaranya adalah RRC, India, Jordania, Rolandia, Kazakhstan, Filipina dan Rusia. Tiga puluh tahun yang lalu 80 Special Economis Zone (SEZ) di 30 negara menghasilkan USD 6 milyar dari ekspor serta dapat mempekerjakan 1 juta tenaga kerja. Saat ini 3.000 SEZ telah berjalan di 120 negara dan membukukan transaksi lebih dari USD 600 milyar dalam eksport dan menyerap 50 juta tenaga kerja langsung. Dengan menawarkan kemudahan dalam perdagangan dan produksi untuk ekspor, SEZ dapat menarik investasi, perdagangan valuta asing, tenaga kerja dan meningkatkan teknologi dan infrastruktur. SEZ tidak termasuk dalam perencanaan secara nasional sehingga harus dibedakan termasuk perencanaan keuangannya. Pejabat yang membawahi SEZ adalah setingkat dengan kepala Provinsi dalam hal ini adalah Gubernur.

Dari beberapa keuntungan pemberlakuan SEZ pada suatu daerah, beberapa issue maupun kritik juga disampaikan antara lain adalah SEZ hanya menarik investasi dan menimbulkan distorsi dibidang insentif dibandingkan dengan membentuk kondisi yang saling menguntungkan, insentif yang diberikan menciptakan beban bagi pembayar pajak dan merusak lingkungan serta merusak standar buruh. Selain itu dipercayai juga bahwa biaya-biaya untuk memelihara zona khusus tersebut tidak menguntungkan perekonomian dan kesejahteraan kondisi Batam.

 Kondisi Batam
Demikian pula halnya Batam, ide pembentukan FTZ telah didengungkan oleh pemerintah daerah maupun para pengusaha Batam dengan mengajukannya kepada Pemerintah Pusat, namun demikian ide tersebut belum dapat terlaksana. Kendala yang dihadapi oleh para pelaku ekonomi maupun pemerintah daerah seperti yang sering dikemukakan adalah landasan payung hukum pembentukan FTZ, mengacu kepada banyak negara yang memberlakukan FTZ pada daerahnya, diketahui bahwa pembentukan FTZ ditetapkan dengan Undang-Undang, hal mana secara hukum kekuatannya dapat dipertanggungjawabkan.

Pengembangan Pulau Batam saat ini masih mendasarkan kepada KEPPRES maupun Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Keputusan Menteri (KEPMEN) sehingga kemungkinan berubahnya ketentuan seiring dengan berubahnya pemerintahan dapat dimungkinkan terjadi, disatu sisi dalam investasi diperlukan konsistensi di segala bidang terutama di bidang regulasi maupun birokrasi, hal tersebut diinginkan oleh para pengusaha dengan pertimbangan bahwa investasi tersebut akan berjangka waktu panjang sehingga perlu ada kepastian di bidang perundang-undangan untuk dapat melindungi investasinya. Tertundanya pelaksanaan FTZ di Batam tentunya mempunyai konsekuensi yang cukup besar seperti misalnya tertundanya rencana investasi serta hengkangnya beberapa perusahaan yang memindahkan lokasi usahanya di tempat lain (luar negeri seperti misalnya Malaysia – Tanjung Pelepas, Vietnam maupun China) yang menawarkan insentif di bidang birokrasi maupun perpajakan. Permasalahan pembentukan FTZ di Batam adalah belum terintegrasinya pemerintah dan DPR untuk menetapkan dalam bentuk Undang-Undang seperti yang diharapkan oleh semua kalangan.

Setelah era FTZ muncullah ide untuk membentuk suatu kawasan yang dinamakan Special Economic Zone (SEZ) yang juga merupakan suatu zona khusus untuk peningkatan investasi, ide pembentukan SEZ ini pada dasarnya adalah karena tertundanya pemberlakuan FTZ bagi Batam, di satu sisi, daerah lain baik di Indonesia maupun mancanegara telah banyak yang memberlakukan suatu kawasan khusus baik berupa FTZ, SEZ maupun FTZ (Free Trade Area). Letal geografis yang sangat menunjang diikuti dengan adanya sarana dan prasarana bagi Pulau Batam, penetapan sebagai FTZ maupun SEZ sebenarnya sudah sangat mendesak untuk diberikan walaupun di sisi lain banyak pula yang meragukan kesuksesannya, hanya bagaimana pemerintah menetapkan bentuk dan landasan hukumnya agar terdapat kejelasan, sehingga opportunity yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.

 Perkembangan Special Economic Zone (SEZ) di Batam
Rencana pengembangan SEZ adalah kebijakan pemerintah pada tahun 2006 dalam upaya untuk menggairahkan kembali iklim investasi di Indonesia. Salah satu daerah yang akan dijadikan sebagai kawasan SEZ adalah Batam, jauh sebelum adanya kebijakan SEZ saat ini Batam yang merupakan daerah Bonded Zone Area sesuai dengan keputusan pemerintah pada waktu itu, pada dasarnya sudah lebih mengenal pemberlakuan kawasan berikat, selain itu sesuai dengan rencana pemerintah pada waktu itu, Batam sudah diproyeksikan sebagai kawasan yang dapat menunjang keberadaan Singapura dengan kekhususan yang diberikan dan dikelola oleh Badan Otorita Batam (BOB).

Seiring dengan makin berkembangnya Batam sebagai kawasan industri dengan sarana dan prasarana yang ada, dirasakan bahwa untuk lebih menarik investor dalam menanamkan dananya di Batam perlu untuk meningkatkan status Batam dari Bonded Zone Plus menjadi Free Trade Zone (FTZ). Hal tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah maupun DPR bahkan diagendakan dalam rapat DPR dengan Pemerintah. Seperti diketahui bahwa walaupun Batam secara de jure belum ditetapkan sebagai FTZ namun secara de facto sudah melaksanakan cara-cara yang ditetapkan dalam FTZ dimaksud, diantaranya pemberian tax incentives. Usaha untuk mencapai FTZ bagi Batam nampaknya tidaklah mudah, banyak kendala yang timbal berkaitan dengan permohonan status tersebut, kendala yang dihadapi antara lain permasalahan estándar hukumnya (dalam bentuk KEPPRES, PP atau UU), sarana sofá ware sebagai penunjang yang harus diintegrasikan antar semua departemen terkait.

SEZ adalah merupakan suatu kerangka kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura atau lebih banyak dikenal G to G (Government to Government), adapun penerapan SEZ antara lain disebutkan untuk Pulau Bintan dan Pulau Batam, namun demikian berkembang pula bahwa Tanjung
Balai Karimun termasuk dalam kerangka SEZ selain kedua daerah tersebut.










Bab III Dampak pengembangan industri di Batam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengembangan Kawasan Industri Pulau Batam pada masalah kependudukan, ketenagakerjaan dan kehidupan sosial masyarakat di Pulau Batam semenjak tahun 1974 sampai tahun 2000.Pada penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, berdasarkan pada pengamatan langsung di Pulau Batam dan dengan menggunakan berbagai data hasil penelitian dari FT-UI (1999), LPEM FE-UI (2000), laporan tahunan perkembangan Pulau Batam dari Otorita Batam, keterangan dari beberapa instansi pemerintah seetempat dan wawancara dengan berbagai pihat terkait. Dari penelitian ini ditemukan beberapa permasalahan pada masalah kependudukan, ketenagakerjaan dan kehidupan sosial masyarakat di Pulau Batam yang dipandang perlu untuk mendapat perhatian, seperti:
1. Masalah derasnya arus migrasi tenaga kerja yang datang ke Pulau Batam yang cenderung kurang memiliki: pengetahuan yang cukup tentang Pulau Batam dan skill yang sesuai dengan kesempatan kerja yang tersedia di Pulau Batam, sehingga teramati adanya gejala
a. tidak berimbangnya antara kesempatan kerja dengan ketersediaan tenaga kerja yang ada di Pulau Batam,
b. miss-match antara skill yang dimiliki tenaga kerja dengan jenis pekerjaan yang ada.
2. Terjadinya marginalisasi dari penduduk setempat.
3. Adanya perubahan persepsi masyarakat pada umumnya di Pulau Batam yang cenderung ‘toleran’ pada perkembangan industri seks, perjudian dan hiburan malam, sehingga makin meningkatkan angka tindak kejahatan di Pulau Batam dan makin menambah leluasanya perkembangan sektor informal tersebut, di samping pedagang eceran kaki lima dan jasa tukang ojek.
4. Berkembangnya permukiman liar yang berkembang justru bukan pada kawasan yang diperuntukkan untuk permukiman, sehingga timbul masalah pada perencanaan RTR dan TGl, terganggunya keindahan dan kebersihan kota Batam, sulitnya pengaturan administratif kependudukan dan terganggunya masalah kesehatan penduduk karena timbulnya masalah kekurangan air bersih.
Berkaitan dengan gejala persoalan tersebut, dikemukakan
A. faktor-faktor yang menyebabkan makin berkembangnya persoalan-persoalan dalam kependudukan, ketenagakerjaan dan kehidupan sosial masyarakat di Pulau Batam.
B. efek dari adanya persoalan dalam kependudukan, ketenagakerjaan dan kehidupan sosial masyarakat di Pulau Batam tersebut dan
C. hubungan interaksi antar faktor penyebab berkembangnya persoalan tersebut juga dikemukakan beberapa
D. gagasan tentang berbagai pendekatan yang dipandang dapat dipertimbangkan untuk menjembatani berbagai persoalan kependudukan, ketenagakerjaan dan kehidupan sosial masyarakat di Pulau Batam, sebagai akibat dikembangkannya Pulau Batam menjadi kawasan industri berikat.
Beberapa hal penting yang berhubungan erat dengan faktor utama yang meyebabkan makin berkembangnya persoalan dalam masalah kependudukan , ketenagakerjaan dan kehidupan sosial masyarakat di Pulau Batam, yang saling berhubungan satu dengan lainnya, yaitu:
1. tingginya arus migrasi masuk ke Pulau Batam yang tidak terkendali,
2. bergesernya (merosotnya) nilai moral, mental dan spritual masyarakat di Pulau Batam
3. tingginya harga pangan , sandang dan papan sebagai akibat adanya persoalan ‘supply sortage’ pangan, sandang dan Papan di Pulau Batam
4. tidak meratanya pembangunan sarana dan prasarana fisik di Pulau Batam yang mengakibatkan tidak meratanya persebaran penduduk dan pembangunan di Pulau Batam.
Untuk mengendalikan perkembangan persoalan-persoalan tersebut, dibutuhkan sistem kontrol dan kerjasama yang baik dari semua pihak, khususnya dalam menjalankan sistem kontrol yang ada. Untuk menciptakan jalinan kerjasama yang baik dan untuk melibatkan semua pihak dalam pengembangan Pulau Batam tersebut, dibutuhkan kegiatan komunikasi dan peranan media massa serta adanya ‘jembatan penghubungan’ diantara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengembangan Pulau Batam. Untuk menjalankan fungsi ‘jembatan penghubung’ tersebut, dibutuhkan strategi “Public Relations” yang mampu menciptakan komunikasi timbal balik (dua arah) dan hubungan kerjasama yang baik dan berkelanjutan, dan dapat mengarahkan efek akhir dari suatu proses komunikasi, sebagaimana yang diharapkan. Dengan adanya hubungan kerjasama yang baik tersebut, diharapkan Public Relations juga dapat berfungsi sebagai sistem kendali yang mampu menguasai pihak-pihak terkait tersebut, seperti masyarakat pada umumnya, para pegusaha maupun pihak investor, pihak pers dan pemerintah setempat, dengan dibantu media massa sebagai media komunikasi dan informasi.



















.:: DAFTAR KAWASAN INDUSTRI BATAM::.
1. Cammo Industrial Park
Alamat : Cammo Industrial Park Blok A4 no.3 Batam Center
Telp (62-778)462373
Pengelolaan Kawasan : Aman Sejati Propertindo
2. Batu Ampar Industrial Estate
Alamat : Todak Street Batu Ampar - Batam
Telp (62-778)7082491
Pengelolaan Kawasan : Archipelindo Utama
3. Batamindo Industrial Park
Alamat : Wisma Batamindo Jl. Rasamala No. 1
Telp (62-770)611222
Pengelolaan Kawasan : Batamindo Investment Co.
4. Bintang Industrial Park II
Alamat : Majapahit Street Kav II, Batu Ampar - Batam
Telp (62-778)459088
Pengelolaan Kawasan : Bintang Propertindo
5. Executive Industrial Park
Alamat : Executive Centre Complek Blok 2 No.4, Sei Panas - Batam
Telp (62-778)453316
BPengelolaan Kawasan : umi Abadi Tegar Sakti
6. Citra Buana Centre Park II
Alamat : Yos Sudarso Street Batu Ampar - Batam
Telp (62-778)453500
Pengelolaan Kawasan : Citra Buana Perkasa
7. Citra Buana Centre Park III
Alamat : Engku Putri Street, Batam Center - Batam
Telp (62-778)471600
Pengelolaan Kawasan : Citra Buana Perkasa
8. Citra Buana Centre Park I
Alamat : Citra Buana Building Complex No. 1 - Batam
Telp (62-778)428500
Pengelolaan Kawasan : Citra Buana Prakarsa
9. Citra Industrial Park
Alamat : Maritim Square Complek Blok E No. 5 Sei Jodoh – Batam Pengelolaan Kawasan : Graha Cipta Kita
10. Hijrah Industrial Park
Alamat : Hijrah Industrial Estate Complek, Batam Center - Batam
Telp (62-778)462666
Pengelolaan Kawasan : Hijrah Karya Mandiri
11. Kabil Industrial Park
Alamat : Jl. Hang Kesturi KM.4, Kabil
Telp (62-778)711144
Pengelolaan Kawasan : Kabil Indonusa Estate
12. Kara Industrial Park
Alamat : Kara Industrial Park Blok C1 No.2, Batam Center
Telp (62-778)461113
Pengelolaan Kawasan : Kara Primanusa
13. Latrade Industrial Park
Alamat : Tanjung Uncang, Batam 29422
Telp (62-778)396888
Pengelolaan Kawasan : Latrade Batam Indonesia
14. Malindo Cipta Perkasa Industrial Park
Alamat : Malindo Cipta Perkasa Industrial Park
Telp (62-778)412737
Pengelolaan Kawasan : Malindo Cipta Perkasa
15. Mega Cipta Industrial Park
Alamat : Jl. Raden Patah Komp.Glass Centre No.1
Telp (62-778)453088
Pengelolaan Kawasan : Mega Cipta
16. Panbil Industrial Estate
Alamat : Komp. Regency Park Blok I No.1-2 Pelita
Telp (62-778)453000
Pengelolaan Kawasan : Nusatama Properta Panbil
17. Sarana Industrial Point
Alamat : Komp. Winsor Central Blok C No. 3
Telp (62-778)332685
Pengelolaan Kawasan : Pertama Sarana Unggulan
18. Bintang Industrial Park I
Alamat : Jl. Majapahit KAV.II Batu Ampar
Telp (62-778)459088
Pengelolaan Kawasan : Pratama Bintang Perkasa
19. Repindo Industrial Estate
Alamat : Komp. Repindo Blok C1 No.1
Telp (62-778)413401
Pengelolaan Kawasan : Repindo Graha Nusa Sejati
20. Taiwan International Industrial Estate
Alamat : Jl. Hang Kesturi KM.4, Kabil
Telp (62-778)711029
Pengelolaan Kawasan : Suar Batam Int. Dev. Co.
21. Puri Industrial Park 2000
Alamat : Jl. Imam Bonjol Blok A No. 7
Telp (62-778)469000
Pengelolaan Kawasan : Teluk Pantaian
22. Indah Industrial Park
Alamat : Imam Bonjol Blok A No.7, Komp. Sakura Ampar
Telp (62-778)458295
Pengelolaan Kawasan : Teluk Pantaian Indah
23. Tunas Industrial Estate
Alamat : Komp. Bumi Indah Blok III No.17, Nagoya
Telp (62-778)421239
Pengelolaan Kawasan : Tritunas Bangun Persada
24. Union Industrial Park
Alamat : Blok AA No. F 8 Union Industrial Park Batu Ampar - Batam
Telp (62-778)413188
Pengelolaan Kawasan : Union Batam Abadi
25.Walakaka Industrial Park
Alamat : Komp. Green Land Blok F6 No.5, Batam Centre
Telp (62-778)461807
Pengelolaan Kawasan : Walakaka Pratama
26. Wiraraja Industrial Estate
Alamat : Wiraraja Street Blok A No. 4 Kabil - Batam
Telp (62-778)6006333
Pengelolaan Kawasan : Wiraraja Investindo Nusantara








Tips : Bila anda belum familiar dengan batam atau anda baru berkunjung ke Batam maka sebelum anda mencari alamat usahakan anda tahu nama terkenal dari tempat yang anda cari karena sangat mungkin sopir Metro Trans (angkutan umum Batam yang berwujud umum sejenis Suzuki Carry) atau sopir Taxi tidak mengetahui nama-nama jalan di kota Batam ataupun nama resmi kawasan industri dengan baik. Ada baiknya anda tanyakan sebelumnya kepada alamat yang anda akan kunjungi via telepon atau yang lainnya mengenai nama yang terkenal atau ma’ruf di kalangan masyarakat Batam agar anda bisa turun dari angkutan umum di tempat yang tepat.

Beberapa contoh nama terkenal dari beberapa lokasi di Batam antara lain :
Simpang Poltek, Simpang Kabil, Simpang Jam, Simpang Dam, Simpang Panbil, Simpang Base Camp, Simpang Kara, Aviari, Mega Mall dan lain-lain yang pada umumnya diketahui para sopir dan masyarakat awam.

Dikutip dari:
1 .http://wahyudi-batam.blogspot.com
2. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres (Edhie Natalis - Kepala Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter (PKM)
3. http://aburifqi.wordpress.com/2007/12/15/kawasan-industri-batam